Menonton Televisi: antara manfaat dan mudharat - Penjaja Ilmu

Menonton Televisi: antara manfaat dan mudharat

MENONTON TELEVISI: ANTARA MANFAAT DAN MUDHARAT


Saat ini televisi telah menjadi sebuah kebutuhan, hal ini dapat kita lihat di  rumah masyarakat yang hampir semuanya memiliki televisi. Melalui televisi kita dapat dengan mudahnya mengakses berbagai informasi-informasi terbaru, mulai informasi hiburan, berita, hingga informasi yang bersifat edukatif. Pada awalnya televisi di Indonesia hadir  sejak tahun 1962 dan mengalami perkembangan yang pesat sejak tahun 1990 yang ditandai dengan beroperasinya 5 stasiun TV swasta.  Hal ini memungkinkan pemirsanya untuk dapat memilih program-program televisi yang disukai dan dirasakan memiliki manfaat baik dilihat dari sudut edukatif, informatif atau hanya sebatas hiburan saja (Hendro dkk, 1999). Seperti halnya teknologi informasi lainnya, televisi ibarat pisau bermata dua, selain memberi keuntungan, juga memberi dampak negatif terhadap pemirsa. Televisi merupakan bagian dari bentuk komunikasi massa, adapun yang dimaksud dengan komunikasi massa adalah seseorang yang akan menggunakan media massa sebagai alat untuk melakukan kegiatan komunikasinya (Thamrin, 2008). Chen (dalam Apollo & Ancok, 2003) mengartikan bahwa  televisi  sebagai  serangkaian gambar yang berkesan bergerak dan hidup yang diproyeksikan dalam layar yang secara visual dapat dilihat oleh penontonnya.

Undang-undang penyiaran No 32 tahun 2003 dalam Bab I pasal 1 menyebutkan  penyiaran televisi adalah media komunikasi massa dengar, pandang, yang menyalurkan gagasan dan informasi dalam bentuk suara dan gambar secara umum, baik terbuka maupun tertutup, berupa program yang teratur dan berkesinambungan.  Siaran televisi dapat membuat kagum dan memukau sebagian penontonnya, tetapi sebaliknya siaran televisi dapat juga membuat jengkel dan rasa tidak puas bagi penonton lainya (Morissan, 2008).
Media televisi juga menyediakan informasi dan kebutuhan manusia keseluruhan, seperti berita cuaca, informasi finansial atau katalog berbagai macam produksi barang. Pemirsa akan selalu terdorong untuk mencari sesuatu yang tidak diketahui melalui media televisi, pada akhirnya televisi pun menjadikan pemirsa ‘hamba-hamba kecil’ yang pola pikirnya siap diprogram oleh materi isi media tersebut (Kuswandi, 1996). Hal ini tidak dapat dipungkiri, Fahmi  (dalam Hendro. dkk, 1999) mengatakan bahwa  peran media televisi yang utama yaitu mampu menggiring umat manusia untuk memahami realitas (reality) menjadi dunia khayalan  (illusion) dan sebaliknya dunia khayalan seakan-akan menjadi realitas.

Dampak Negatif
Televisi sebagai media massa, memiliki pengaruh yang besar terhadap masyarakat. Mulyadi (dalam Widiana, 2008) mengemukakan televisi  berpengaruh terhadap pola perilaku anak dan remaja. Penelitian-penelitian yang dilakukan para ahli seperti tercantum dalam literatur-literatur psikologi yang memaparkan pengaruh televisi terhadap pola perilaku masyarakat telah banyak dilakukan misalnya,  penelitian tentang hubungan antara intensitas menonton tayangan televisi berisi kekerasan dengan kecenderungan agresivitas remaja, Pada penelitian tersebut mendapatkan hasil bahwa intensitas menonton tayangan televisi berisi kekerasan yang tinggi berkorelasi positif dengan kecenderungan agresivitas remaja (Apollo & Ancok, 2003). Penelitian lainnya adalah tentang hubungan intensitas  menonton tayangan misteri terhadap tingkat kecemasan pada remaja, pada penelitian ini mendapatkan bahwa intensitas menonton tayangan misteri  yang tinggi berkorelasi positif dengan tingkat kecemasan pada remaja (Setiawan, 2005). Dan penelitian hubungan  antara  intensitas menonton film drama romantis di televisi dengan perilaku seksual pranikah pada siswa, hasil pada penelitian ini mendapatkan bahwa intensitas menonton  film drama romantic yang tinggi  di televisi memiliki hubungan yang signifikan pada kecenderungan perilaku seksual pranikah pada remaja (Zuliyana, 2009). Beberapa penelitian diatas, memperlihatkan  bahwa tayangan televisi memiliki pengaruh terhadap sikap dan perilaku pada masyarakat. Jika kita melihat pada kenyataan yang terjadi, banyak dari stasiun televisi yang kurang memiliki kesadaran pada dampak televisi itu sendiri, mereka lebih cenderung meraup keuntungan saja, dan mengabaikan dampak negatif yang terjadi. sehingga yang terjadi, banyaknya siaran-siaran yang tidak mendidik.
melalui KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) Beberapa usaha dari pemerintah telah dibuat untuk mencegah terjadinya dampak negatif dari televisi, misalnya seperti memberikan label pada siaran televisi, untuk batasan usia, misalnya seperti label A untuk khalayak Anak-anak, P untuk khalayak pra sekolah, D untuk khalayak dewasa, SU untuk khalayak semua umur, dan  R untuk khalayak remaja. batasan usia seperti diatas bermanfaat untuk memudahkan orang tua, mengkategorikan dan membimbing anak-anak dalam menonton. namun sayangnya, batasan usia seperti itu kurang efektif untuk diterapkan, permasalahannya apakah pengkategorian seperti itu banyak diperhatikan oleh orang tua? dan apakah batasan usia menjadi tolok ukur dari kedewasaan? karena banyak fakta yang terjadi, tindakan kejahatan dilakukan oleh orang dewasa. Meskipun demikian, kita tetap harus mengapresiasikan kinerja KPI, karena merupakan ujung tombak dari filter media massa, terutama televisi.

Dampak Positif
Televisi sebagai media massa, juga memiliki banyak manfaat, termasuk juga pembentukan sikap bahkan perilaku masyarakat kearah yang lebih baik. manfaat yang dapat dirasakan secara langsung, misalnya melalui televisi, bertambahnya pengetahuan masyarakat mengenai dunia luar. selain itu, manfaat lainnya adalah melalui televisi juga dapat mengembangkan perilaku prososial pada pemirsanya. secara sederhana  perilaku prososial dapat diartikan sebagai perilaku yang turut meningkatkan kesejahteraan orang lain. 
Teori psikologi yang dapat menjelaskan efek prososial media adalah teori belajar sosial dari Bandura (dalam Inayah, 2011). Teori belajar sosial (social learning theory) dari Albert Bandura, menyatakan bahwa tingkah laku manusia dijelaskan sebagai hasil proses belajar terhadap lingkungan. Berkaitan dengan tingkah laku menolong, seseorang menolong karena ada proses belajar melalui observasi terhadap model prososial (Mashoedi, 2009). 
Dengan kata lain, pengamatan mengajarkan kita sejumlah konsekuensi yang memungkinkan dari sebuah tingkah laku baru. Salah satu proses tersebut disebut dengan vicarious reinforcement  (penguatan lewat pengamatan yang empatik, merasa seolah-olah kita yang melakukannya) (Crain, 2007). oleh karena itu, Selain model dalam dunia nyata, model-model prososial di media juga cukup efektif dalam membentuk norma sosial yang mendukung tingkah laku menolong (Baron & Byrne, 2005).
Forge & Phemister (dalam Baron & Byrne, 2005) memaparkan bahwa Teori belajar sosial didukung oleh berbagai penelitian, diantarannya adalah penelitian pada anak-anak  prasekolah yang menonton program prososial –seperti Mister Rogers’ Neighborhoodsesame street, atau barney and friends— lebih cenderung berespons secara prososial daripada anak-anak yang tidak menonton acara semacam itu. Anak yang menonton acara TV yang memuat perilaku prososial lebih banyak membantu ketimbang anak yang menonton acara TV netral (Sprafkin, liebert, & poulos) dalam (Taylor. dkk, 2009). dari berbagai hasil penelitan diatas, memaparkan bahwa siaran televisi yang kita tonton memberi kontribusi terhadap perilaku, termasuk halnya perilaku menolong, membantu, bahkan perilaku dermawan.

Kesimpulan
Seperti media massa lainnya, kehadiran televisi di tengah-tengah masyarakat memberi manfaat dan sekaligus mudharat, disaat banyak penelitian yang membeberkan dampak negatif dan merugikan yang ditimbulkan oleh televisi, maka sebaliknya banyak pula penelitian yang memaparkan dampak positif dari media televisi. ada beberapa tips yang dapat diterapkan ketika kita menonton televisi bersama anak-anak, dan  untuk kita agar lebih merasakan manfaatnya. yaitu:
1. Mengatur Waktu Menonton
Ini merupakan hal yang utama untuk diperhatikan, aturlah waktu untuk menonton televisi sedimikian rupa, sehingga kita  menontonlah televisi dengan tujuan yang jelas. tidak hanya menghabiskan waktu di depan televisi hanya untuk searching channel televisi.
2. Memilih Saluran yang sesuai
ketika menonton dengan anak-anak, sangat perlu untuk diawasi dan didampingi, serta dijelaskan mengenai tayangan yang telah ditonton, agar anak-anak memudahkan membedakan yang nyata dan hanya imajinasi semata,  yang benar dan tipuan visual, apalagi saat ini semakin canggihnya teknologi, mampu memberi efek yang sangat nyata, tetapi pada kenyataannya mustahil terjadi. misalnya seperti aksi dalam film Spiderman, yang dengan mudahnya mampu bergelayutan diantara gedung-gedung pencakar langit, ataupun film aksi lainnya, terutama yang berisi aksi kekerasan.
3. Menonton tapi aktif
kebanyakan dari kita, disaat menonton sama sekali hanya terfokus pada satu hal, yaitu menonton secara pasif. Pada umumnya, televisi akan menayangkan siaran pilihan yang diselingi dengan iklan-iklannya. alangkah baiknya jika disaat sedang iklan dan  menunggu tayangan pilihan kita,  melakukan hal yang lainnya, misalnya diselingi membaca buku atau pekerjaan ringan  yang tidak membahayakan diri.


Sumber Bacaan:
Apollo & Ancok, D. (2003). Hubungan Antara Menonton Tayangan Televisi Berisi Kekerasan, Persepsi Terhadap Keharmonisan Keluarga, Jenis Kelamin dan Tahap Perkembangan dengan Kecenderungan Agresivitas Remaja, Sosiohumanika, 16A (3), 529 – 544.
Baron, R A & Byrne D. 2005. Psikologi Sosial: Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Crain, W. 2007.  Teori perkembangan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Dayaskini,T & Hudaniah. 2009. Psikologi Sosial. Malang: UMM Press.
Hendro, P E, dkk. (1998). Pengaruh Intensitas Menonton TV dan Pemahaman Indentitas Gender Terhadap Adopsi Nilai-Nilai Hedonisme di Kalangan Remaja Pesisiran di Kodya Dati II Semarang. Semarang; Lembaga Penelitian Universitas Diponegoro, Pusat Penelitian Sosial Budaya.
Inayah. (2011) Tinjauan Psikologis Efek Komunikasi Massa. Jurnal Pengembangan Humaniora. 11, 3, 168 – 173.
Kuswandi, W. 1996. Komunikasi Massa: Sebuah analisa Isi Media Televisi. Rineka Cipta: Jakarta.
Morissan. 2008. Manajemen Media Penyiaran: Strategi mengelola Radio & Televisi. Kencana: Jakarta.
Republik Indonesia. 2010. Undang – Undang Republik Indonesia No.32 tahun 2002 Tentang Penyiaran. KPID-Riau: Pekanbaru.
Setiawan, B. 2005. Hubungan Antara Intensitas Menonton Tayangan Misteri Dengan Tingkat Kecemasan Pada Remaja Di SMPN 4 Batang.  Skripsi (tidak dipublikasikan). Jogjakarta: Fakultas Psikologi UAD.
Taylor, S E. Anne Peplau, L & Sears, D O. 2009. Psikologi Sosial: edisi kedua belas. Jakarta: Kencana.
Mashoedi, S F. 2009. Tingkah Laku Menolong dalam Tim Penulis Fakultas Psikologi UI.  Psikologi Sosial. Penerbit Salemba: Jakarta.
Thamrin, H. 2009. Komunikasi: dampak dan problematika. Suska Press: Pekanbaru. 
Widiana, H S. ( 2008). Pengembangan Skala Sikap Terhadap Sinetron Religius, Jurnal Psikologi, 1(2), 183 – 197.
Wulansari, Niki. 2013. Hubungan Intensitas Menonton Tayangan Reality Show Perilaku Prososial Terhadap Perilaku Prososial Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi UIN SUSKA. Skripsi (tidak dipublikasikan). Pekanbaru: Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim.
Zuliyana. 2009. Hubungan Antara Intensitas Menonton Film Drama Romantis di Televisi dengan Perilaku Seksual Pranikah Pada Siswa SMU N 05 Pekanbaru. Skripsi (tidak dipublikasikan). Pekanbaru: Universitas Islam Negeri Sultan Syarif kasim.














Berlangganan update artikel terbaru via email:

1 Komentar untuk "Menonton Televisi: antara manfaat dan mudharat"

  1. Artikel yang menarik. Semoga saja ada lembaga Pertelevisian yang lebih serius menangani dampak perilaku masyarakat menjadi positif.

    BalasHapus

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel