Kematangan Emosi
Teori Kematangan Emosi
Pengertian Kematangan
Emosi
Hurlock menyatakan bahwa kematangan emosi adalah bahwa individu menilai situasi secara kritis terlebih dahulu sebelum bereaksi secara emosional, tidak lagi bereaksi tanpa berpikir sebelumnya seperti anak-anak atau orang yang tidak matang (1990). Selain itu Yusuf (2010) mengatakan bahwa kematangan emosi sangat dipengaruhi oleh kondisi sosio-emosional lingkungannya, apabila lingkungan tersebut kondusif dalam arti harmonis, saling mempercayai, menghargai cenderung dapat mencapai kematangan emosi.
Menurut Murray (1992) individu
yang memiliki banyak pengalaman atau usia yang dewasa belum tentu memiliki
kematangan emosi.
Berdasarkan pengertian dari beberapa para ahli dapat disimpulkan bahwa kematangan emosi adalah integrasi antara proses biologis, proses belajar, kondisi sosio-emosional lingkunganya untuk menilai situasi secara kritis yang akan mengekspresikan perasaan dengan yakin dan berani diimbangi dengan berbagai pertimbangan.
Berdasarkan pengertian dari beberapa para ahli dapat disimpulkan bahwa kematangan emosi adalah integrasi antara proses biologis, proses belajar, kondisi sosio-emosional lingkunganya untuk menilai situasi secara kritis yang akan mengekspresikan perasaan dengan yakin dan berani diimbangi dengan berbagai pertimbangan.
Faktor-Faktor Kematangan
Emosi
Menurut
Hurlock, (1999) faktor-faktor yang mempengaruhi kematangan emosi adalah:
a.
Memperoleh
gambaran tentang situasi yang dapat menimbulkan reaksi emosional. Cara
yang dilakukan adalah membicarakan masalah pribadi kepada orang lain,
keterbukaan karena perasaan dan masalah pribadi dipengaruhi sebagian oleh rasa
aman dalam hubungan sosial.
b.
Katarsis
emosi yaitu menyalurkan emosinya, dengan cara latihan fisik yang berat, bermain
atau bekerja, tertawa atau menangis.
Karakteristik Kematangan Emosi
Karakteristik kematangan emosi
menurut Murray (1992) yaitu:
a.
Kemampuan memberi
dan menerima cinta
Individu yang
matang mampu menunjukkan rasa kasih sayang dan menerima cinta dari orang-orang
yang disayangi. Individu yang tidak matang tidak peduli dengan cinta dan kasih
sayang juga sulit untuk menunjukkan dan menerima cinta.
b.
Kemampuan untuk menghadapi
kenyataan
Individu yang belum
matang tidak mampu menghadapi kenyataan yang terjadi dalam kehidupan.
Menghadapi kenyataan dengan semangat merupakan ciri individu yang matang.
Tingkat kematangan individu dapat dilihat dari bagaimana menghadapi masalah
atau menghindar dari masalah.
c.
Senang untuk
memberi
Individu yang
matang memberikan kebutuhan orang lain seperti pekerjaan, uang, waktu atau
meningkatkan kualitas hidup orang-orang yang dicintai. Sedangkan individu yang
tidak matang mau memberi tetapi tidak mau menerima atau mau menerima tetapi
tidak mau memberi.
d.
Kemampuan menilai
secara positif pengalaman hidup
Individu yang
matang belajar dari pengalaman, dan ketika individu menilai pengalaman secara
positif maka ia akan bahagia dan menikmati kehidupanya.
e.
Mampu belajar dari
pengalaman
Kemampuan untuk
menghadapi kenyataan dan
menilai secara positif pengalaman
hidup berasal dari kemampuan untuk belajar dari pengalaman. Individu yang tidak matang tidak belajar dari pengalaman, baik pengalaman
positif maupun negatif.
f.
Mampu menghadapi
frustrasi
Individu yang
matang mampu menggunakan strategi lain untuk menyelesaikan masalah. Sedangkan
individu yang tidak matang mengeluhkan keadaan yang terjadi.
g.
Mampu untuk
mengendalikan permusuhan
Ketika mengalami
frustrasi, individu mencari kesalahan
orang lain untuk disalahkan. Sedangkan individu yang matang mencari solusi
untuk menyelesaikan masalah, tidak dengan menyalahkan orang lain.
h.
Bebas dari gejala kecemasan
Individu yang tidak
matang merasa tidak dicintai, menghindar dari kenyataan, pesimis tentang kehidupan, mudah
marah, menyalahkan orang lain ketika frustasi, menyebabkan mereka
terus-menerus merasa cemas. Individu yang
matang menjalani hidupnya dengan santai dan yakin dengan kemampuanya untuk
mendapatkan yang diinginkanya.
Mappiare menyatakan bahwa
kematangan emosional mempunyai pengaruh besar bagi kekokohan dalam rumah tangga
(1983). Kematangan emosi yang diperlukan bagi kokohnya rumah tangga yaitu:
a.
Kasih sayang adalah
individu memiliki rasa kasih sayang yang dalam dan diwujudkan dengan sesuai
kepada pasangan.
b.
Emosi terkendali
adalah individu dapat mengontrol perasaannya dengan pasangannya, tidak
melakukan perbuatan yang menyakitkan pada pasanganya seperti marah, dan
cemburu.
c.
Berlapang dada
adalah individu menerima kritik dan saran dari pasangan mengenai kekurangan
untuk belajar lebih baik dan kepuasan pasangan.
d. Emosi terarah
adalah individu mampu mengendalikan emosinya dengan tenang, megarahkan
ketidakpuasan dengan benar dan menyelesaikan konflik secara kreatif dan
konstruktif.
Aspek
kematangan emosi menurut Yusuf (2010) terdiri dari
komponen yaitu:
a.
Adekuasi
emosi meliputi cinta kasih, simpati, alturis (senang
menolong orang lain), respek (sikap hormat atau menghargai orang lain), dan
ramah.
b. Mengendalikan
emosi yang meliputi tidak mudah tersinggung, tidak agresif, bersikap optimis, tidak
pesimis (putus asa), dan dapat menghadapi frustrasi
secara wajar.
Dalam penelitian ini pengukuran kematangan emosi disusun berdasarkan aspek
kematangan emosi menurut Murray (1992) yang akan dituangkan dalam bentuk skala
yang mengungkapkan kemampuan memberi dan menerima cinta, kemampuan untuk
menghadapi kenyataan, senang untuk memberi, kemampuan menilai secara positif
pengalaman hidup, mampu belajar dari pengalaman, mampu menghadapi frustrasi, mampu
untuk mengendalikan permusuhan, bebas dari gejala kecemasan
Referensi:
Jika membutuhkan informasi mengenai sumber referensi pada artikel diatas, silahkan E-mail ke: Niki.albangkalisi@gmail.com
Kontributor artikel: Elise Citrawati Jika membutuhkan informasi mengenai sumber referensi pada artikel diatas, silahkan E-mail ke: Niki.albangkalisi@gmail.com
Belum ada Komentar untuk "Kematangan Emosi"
Posting Komentar